Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia
dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu
tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi
lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi
“kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai
oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar
ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya
Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut
arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :
§
Masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat
Indonesia
§
Kedua, menyangkut masalah globalisasi
§
Perkembangan dan kemajuan teknologi.
Pendidikan merupakan aspek penting dalam era globalisasi. Tiga
persoalan ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia pendidikan. Sebab
peningkatan SDM, yang menjadi tugas dan tanggung jawab utama pendidikan, sangat
dipengaruhi faktor globalisasi dan teknologi. Pengaruh globalisasi, kemajuan
teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai sosial harus diperhitungkan
dalam penyelenggaran pendidikan, apalagi tanggung jawab dunia pendidikan untuk
mencapai tujuan pokok melahirkan manusia yang berkualitas.
Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia
dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan
bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia
pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak
menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa
memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing,
computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi
positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi.
Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk
mencari peserta didik.
Pendidikan di Indonesia sekarang membuat rakyat biasa sangat
menderita. Pendidikan menjadi sesuatu yang tak terjangkau rakyat kecil. Tidak
ada penggolongan orang miskin dan orang kaya. Lembaga pendidikan telah
dijadikan ladang bisnis dan dikomersialkan.
Kebijakan yang mahal ini memang sangat merisaukan karena akan
mengubur impian mobilitas kelas sosial bawah untuk memperbaiki status kelasnya.
Sekolah kian menjadi lembaga elite dan bahkan menjadi kekuatan yang menghadang
arus mobilitas vertikal kelas sosial bawah. Dalam beberapa aktivitasnya bahkan
sekolah ikut terlibat melegitimasi tatanan yang timpang. Jika diusut penyebab
ini semua, tentu jawabannya adalah kebijakan ekonomi neoliberal. Neoliberalisme
akan
menjadikan
pasar serta pelumpuhan kekuasaan negara. Sekolah tidak perlu
menjadi tanggungan negara, cukup diberikan pada mekanisme pasar. Biarlah pasar
yang akan menyeleksi mana sekolah yang patut dipertahankan dan mana yang harus
gulung tikar. Di situ pendidikan berangsur-angsur menjadi tempat eksklusif yang
memberi pelayanan hanya pada mereka yang kuat membayar.
Realitas menunjukkan, krisis yang menimpa dunia pendidikan di
Indonesia, khususnya kualitas pendidikan yang rendah, merupakan persoalan yang
sangat kompleks. Prasarana, sarana, dan fasilitas kurang memadai, anggaran
pendidikan nasional yang sangat minim, dan banyaknya guru yang mengajar tidak
sesuai dengan keahlian atau memang belum layak disebut guru merupakan faktor
yang ikut menyulitkan pengembangan kualitas pendidikan.
Selain itu telah muncul banyak pernyataan dan keluhan tentang
rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang tentu saja terkait
dengan mutu lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Padahal, anggaran
negara yang dialokasikan untuk pendidikan itu selalu bertambah dari tahun ke
tahun. Sungguh ironis memang, anggaran selalu naik tetapi kualitas lulusan
tetap rendah dan justru dirasakan semakin mahal. Mengapa hal seperti ini
terjadi, padahal kurikulum dan buku, entah sudah berapa kali diubah. Entah
sudah berapa macam metode mengajar yang ditatarkan kepada guru. Akankah keadaan
ini dibiarkan terus berlanjut? Jika tak menghasilkan lulusan yang berkualitas
dan dapat diandalkan, dapatkah pendidikan itu disebut sebuah investasi untuk
masa depan?
Solusi atas pengaruh globalisasi terhadap pendidika adalah perlu adanya perombakan
pada kebijakan yang menyangkut masalah pendidikan dengan menelurkan
kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kaum miskin. Komersialisasi pendidikan
mutlak harus dihentikan karena hanya memunculkan sekelompok orang yang menggunakan
pendidikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan.